web 2.0

Rabu, 09 Februari 2011

“Kandang Ayam” MAK, Riwayatmu Kini...

“Chi… tuku lombok nang be’ Dah, segone wis wayahe nyilep…”

Pasti teman-teman dulu sangat akrab dengan dialog seperti diatas, dan memang itu aktivitas kita sehari-hari di Asrama kandang Ayam MAK. Seolah tiada hari tanpa “ngliwet”.

Kisaran lima tahun, saya tidak pernah menengok Asrama yang dulu beberapa waktu pernah kita tempati. Aneh memang, tiap hari aktivitas di Kranji kok tidak pernah melihat “kandang Ayam”. Tapi itulah kenyataannya, bahwa kadang-kadang atau bahkan sering kali kita melupakan hal-hal yang pernah mewarnai perjalanan kehidupan kita. Asrama MAK, Sebuah penggalan kisah masa lalu. Kreatif, progresif, semangat menggebu, eksklusif.

Tiba-tiba saya ingin menulis surat ini kepada teman-teman, ada semacam kerinduan yang kembali tergugah karena sebuah ke-taksengaja-an. Sore tadi, seperti biasa hari sabtu saya ngopi di kantin, ngobrol ngalor-ngidul sama pak Dul Manan, yang membuat beda dengan hari sabtu sebelumnya, saking asyiknya sampai tak terasa sudah 20 menit lebih lepas adzan magrib, karena kantin sudah tidak lagi “berkamar” seperti dulu waktu masih dipimpin Darmaji, saya tanya dimana tempat laporan yang paling dekat.

“Langsung nang mburi ae, cak!” jawab Yatin yang kini jadi manajer kantin, tanpa pikir panjang saya langsung ke belakang meskipun tidak tahu ke belakang mana yang dia maksud. Setelah buka pintu, saya langsung kaget, ternyata antara kantin dan Kandang yang dulu pernah kita tempati, sekarang "loss", tidak ada pagar atu apapun yang menghalangi. Ada semacam lintasan jalan setapak yang menghubungkan antara keduanya, tapi di kanan kiri jalan itu tidak ada lagi yang bisa dilihat kecuali rumput setinggi lutut,dan beberpa jengkal tanah kosong yang tidak ditumbuhi rumput liar. Jika dillihat dari adanya gundukan tanah yang sengaja dibuat, mungkin dulu pernah dipakai untuk berkebun, tapi sekarang tidak lagi.Bisa dibayangkan dengan kondisi halaman yang sudah beralih menjadi belantara rumput, bagaimana asrama kita sekarang.

Yup...! Kotor, liar,gelap, angkerrr... Meski memang sudah dari dulu seperti itu, tapi sekarang lebih mengenaskan.Kayu-kayu itu sudah semakin merapuh. karena gelap saya tidak bisa detail mengamati apakah pagar depan itu masih pakai kayu yang lama atau sudah diganti. Bagi teman-teman angkatan 2002-2003 dst, mungkin masih sempat merekam alih fungsi dari asrama menjadi tempat makan catering, tapi tetep, meski cuma setahun menempati "kandang" itu, ribuan kenangan tertoreh disana.

Waktu mau masuk kembali saya dikagetkan dengan sket yang ada. Sekarang hanya ada dua kamar yang saya tidak tau juga siapa yang menghuninya, yang jelas kamar itu terletak di tengah antara sisi barat dan timur. 1 kamar tertutup penuh dan satunya lagi hanya berupa sket triplek dengan pintu di masing-masing sisinya untuk menghubungkan ruang barat dan timur.

Dengan PD-nya saya langsung menuju ke arah pojok timur untuk ambil air, kupikir kamar mandi tetep masih seperti dulu, berada disana. Ternyata tempat kita mandi bersama waktu itu, sekarang sudah tidak ada lagi, dipindah di pojok sebelah barat. Yang lebih mengherankan air sumur yang dulu kita rasakan paling segar dilingkungan pondok kini jadi asin dan agak keruh, mungkin faktor umur yang semakin menua.

Setelah melaksanakan kewajiban, kembali saya mengingat kenangan-kenagan yang dulu pernah kita tinggalkan, mandi bareng, masak bareng, nyuci bareng. Sungguh sebuah kenangan yang indah.

Sebelum keluar, saya berdiri bersandar dipagar, memandang ke depan, ke arah halaman yang kini semuanya tertutup rerumputan, tidak lagi ada kayu gelondongan, tempat teman-teman menghafal materi Qur'an Hadits dari Gus Rul atau sekedar duduk-duduk santai menanti adzan magrib, tidak ada mangga yang biasa selalu kita nantikan buahnya, tidak lagi ada lapangan tempat teman-teman bermain bola, yang seringkali membuat anak-anak asrama lain iri dengan kita karena fasilitas itu. Itulah kenangan, zaman menuntut kita untuk selalu berubah, tapi kenangan-kenangan itu akan tetap tertoreh dalam dalam catatan perjalanan kita. Semoga bisa menjadi sesuatu yang menghebatkan.

Bravo MAK.....!

[ditulis oleh Awuit Ginanjar Widodo, Alumni MAK]

Haul, Meneladani Sang Kiai

Acara haul KH Musthofa yang ke 62 ini marilah hayati sebagai motifasi yang mendorong kita pada peningkatan kualitas pada diri kita baik berupa keimanan kita, keilmuan, dan pendekatan kita kepada Allah yang Maha Esa. Makna Haul yang terpenting adalah, kita harus bias meeladani orang yang kita peringati setiap tahunnya.


Kalau kita cermati dan kita telaah apa yang ada sekarang ini, tidak lain hasil jerih payah para leluhur kita. Kita tidak mendapatkan ini semuanya tanpa usaha KH Musthoafa. Untuk itulah kita harus kembali kepada Visi beliau, yaitu menciptakan Insan Kamil, Manusia yang sempurna. Artinya kesempurnaan manusia adalah karena ia dikaruniani Akal. Sehingga manusia berbeda dengan hewan.


Akal merupakan nikmah yang tiada hingga. Namun nilai akal tidak lepas dari apa yang didapat oleh akal itu sendiri. Untuk itulah seharusnya, -untuk meneladani KH Musthofa- langkah pertama adalah kita harus meningkatkan kualitas keilmuan yang dimiliki oleh civitas akademika yang bernaung di bawah Yayasan Tarbiyatut Tholabah.


Selalu timbul pertanyaan, kenapa siswa dan santri sekarang semakin jauh dari kualitas yang diharap, tertuma dari segi keilmuan. Marilah semuanya kita mulai dari kita sendiri-sendiri. Saya selalu teringat akan almaghfurlah KH Moh Baqir Adelan, beliau semasa hidupnya tidak pernah lepas dari kitab. Walaupun beliau penuh kesibukan baik dalam lingkup internal maupun ekternal, namun beliau tidak pernah lupa untuk membaca sebagai tambahan ilmu.


Saya selalu teringat akan syair yang dibacakan kepada saya. Yang artinya “Jadilah engkau yang selalu bertambah pengetahuan mu setiap hari”. Lalu beliau memberikan nasihat : jangan sampai satu haripun kamu tidak mendapat pengetahuan yang baru, namun jangan lupa mengulang apa yang kamu pelajari.


Nasehat beliau inilah yang menjadikan saya sebagai motivasi, bahwa kita harus berilmu luas. Artinya, kita tidak cukup hanya membaca dan belajar tapi ada upaya selain membaca untuk mendapatkan ilmu, -seperti yang dilakukan oleh KH Musthofa- melalui tirakat, memperbanyak do’a, menjahui kemaksiatan sebisa mungkin, sopan kepada para Masayikh dan Guru DLL


Di antara yang beliau sampaikan yang selalu segar ditelingaku adalah. Al-Ilmu fi al-sudur. La fi al-Suthur (Ilmu itu di dada/hati, buka di bukuu). Kalau mengingat apa yang beliau sampaikan, maka untuk saat ini santri, siswa, mahasiswa, guru dan dosen sekalipun yang ada, sangat jauh sekali di bawah standar yang beliau sampaikan. Belum lagi ditambah Beramal-dan Ikhlas.


[ditulis oleh putra Almarhum KH Moh. Baqir Adelan, H. Sahlul Khuluq, Lc., MA.]

Blog Archive

Popular Posts